Mallory Lebih Dulu Dari Hillary
Lost on Everest :
Mallory Lebih Dulu Dari Hillary
Mallory bagi rata-rata pencinta dunia pendakian gunung dikenal dengan komentar slengean-nya Because it’s there. Komentar kehabisan ide untuk pertanyaan yang datang bertubi-tubi mengenai motivasi petualangan.Kedua orang ini hilang di gunung tertinggi bumi ini ketika puncak tersebut belum pernah dicapai. Hilangnya mereka melahirkan tanda-tanya besar, karena rekan terakhir yang melihat mereka menyatakan bahwa keduanya berada disekitar 8.610 meter pada pukul 12.50 siang.
Everest tidak akan pernah habis menghasilkan cerita-ceritanya. Salah satu cerita terkemuka tentang gunung tertinggi di bumi ini adalah hilangnya George Leigh Mallory dan Andrew Irvine pada tahun 1924. Mallory bagi rata-rata pencinta dunia pendakian gunung dikenal dengan komentar slengean-nya Because it’s there. Komentar kehabisan ide untuk pertanyaan yang datang bertubi-tubi mengenai motivasi petualangan.Kedua orang ini hilang di gunung tertinggi bumi ini ketika puncak tersebut belum pernah dicapai. Hilangnya mereka melahirkan tanda-tanya besar, karena rekan terakhir yang melihat mereka menyatakan bahwa keduanya berada disekitar 8.610 meter pada pukul 12.50 siang. Mallory adalah pendaki ternama dan telah mengikuti dua ekspedisi ke Everest sebelumnya dan berhasil memecahkan rekor pendakian tertinggi pada masanya. Mallory adalah pahlawan bagi publik pendaki gunung dan diharapkan menaklukkan puncak tertinggi bumi ini.
Mallory menjadi gambaran romantis petualangan karena ia anak pendeta. Tubuhnya atletis, kemampuan mendakinya istimewa, dan ia juga termasuk seorang berwajah tampan. Mallory kelahiran 18 Juni 1886 dan menikah dengan Ruth Turner pada Juli 1914. Ia dikaruniai tiga anak. Guru miskin ini berada di tengah tengah dua pusaran kuat, keluarga dan petualangan. Ia pun mengikut arus yang terkuat yakni petualang dan menjadikannya pahlawan romantis pada generasinya, dan bahkan hingga kini.
Mallory memilih meninggalkan pekerjaannya sebagai guru untuk mendaki Everest. Ia mengikuti ekspedisi ke Everest pertama tahun 1921. Beberapa kemajuan-kemajuan dicapai tim Mallory pada tahun 1921, dan tahun 1922, menyebabkan keyakinan besar pada tim 1924 , bahwa mereka memiliki kesempatan baik untuk mencapai puncak.
Ekspedisi 1921 menghasilkan jalur untuk mencapai North Col, celah antara Everest dan Changtse yang membuka arah ke punggungan utara untuk mencapai piramida puncak. Jalur ke kemah induk dan masuk East Rongbuk Glacier ditemukan tim ini, dan bahkan mereka mencoba mendaki ke North Col dan berhasil hingga lebih tinggi dari 6.700 meter.
Ekspedisi tahun berikutnya 1922, memecahkan rekor ketinggian ketika Geoffrey Bruce (yang baru pertama kali ke Himalaya, dan bahkan mendaki gunung) serta George Finch mencapai 8.320 meter. Pada ekspedisi ini Bruce dan Finch menggunakan tabung oksigen untuk pertama kali di Everest. Hasilnya meyakinkan, bahkan Mallory, bahwa bantuan oksigen memudahkan pendakian di atas 7.000 meter. Mallory sendiri pada awalnya menganggap ide yang didukung Finch ini sebagai tidak sportif. Bantuan dari udara Inggris sudah melewati batas kepatutan dalam petualangan, begitu pendapatnya.
Ternyata menggunakan udara Inggris para pendaki bergerak lebih cepat dengan kecepatan 155 meter per jam dibandingkan 120 meter per jam jika tanpa menggunakan. Ketika udara Inggris ini dipakai untuk tidur, maka pendaki bisa lebih hangat dan nyenyak.
Ada satu lagi pembaruan yang dibawa oleh George Finch. Para pendaki ini diberikan dana 50 poundsterling. Finch tidak seperti kawan-kawanya yang membeli pakaian woll berlapis-lapis, ia membuat dari bahan balon, jaket yang diisi dengan bulu angsa. Pakaian seperti ini, disebut down jacket, sekarang jadi perlengkapan standar ke Everest.
Sayangnya, atau dari sudut pandang lain, untungnya, model pakaian ini tidak diadopsi oleh para pendaki-pendaki Everest masa itu. Sayang karena pakaian yang tidak memadai tentu mengurangi kemampuan mereka. Sedangkan untung karena pakaian tua ini yang dengan mudah membedakan artefak peninggalan ekspedisi tahun 1924.
Cara berpakaian mereka yang hanya jaket woll berlapis-lapis sampai-sampai dikomentari oleh sastrawan terkemuka Inggris George Bernand Shaw ketika melihat foto ekspedisi mereka sebagai ‘kelihatan seperti sedang piknik di Connemara dan terjebak badai salju.’ (hal 79).Ekspedisi tahun 1924 membawa pembaruan lagi, yang kemudian menjadi kunci keberhasilan pendakian Everest tahun 1953. Ketua pendakiannya Mallory, menyatakan bahwa ia mendapatkan ide untuk taktik pendakian. Idenya adalah membangun deretan perkemahan di sepanjang rute pendakian dengan kemah tertingginya yang paling sedikit diisi perlengkapan. Piramida tenda ini akan dibangun oleh para pendaki dan Sherpa yang membantu mereka. Taktik ini dikenal sebagai Himalayan Tactic dan pertama diungkapkan Mallory kepada Edward Norton (ketua ekspedisi) di kemah induk lembah gletser Rongbuk. (hal 121). Ide baru ini yang diterima baik rekan-rekannya diungkapkan kembali Mallory kepada istrinya Ruth melalui surat tertanggal 17 April 1924.
Celah sejarah tersibak lagi ketika Firstbrook menjelaskan suasana kehidupan Mallory setelah ekspedisi keduanya ke Everest tahun 1922. Ia kehabisan uang dan tidak ada pekerjaan. Mallory berusaha dengan menggelar ceramah pendakian ke Amerika. Tahun 1923 ia merantau dari Washington DC ke Chicago dan dari Philadelphia ke Boston. Perjalanan ini melelahkan bagi Mallory dan ternyata tidak menguntungkan secara finansial. Tentu saja ia kerap ditanyakan mengapa ia bertualang, mengapa ia mendaki, dan pertanyaan bertubi-tubi ini menghasilkan jawaban yang kerap dikutip untuk menggambarkan motivasi petualangan. (hal 111).
Banyak sekali celah-celah sejarah yang diungkapan dalam buku karya Peter Firstbrook. Firstbrook juga merupakan produser dari film dokumenter yang dibuat dalam rangka ekspedisi musim semi tahun 1999 ke sisi utara Everest untuk mengungkap jenazah dan kamera kedua pendaki ini. Aksi arkeologi di ketinggian ini diharapkan sekaligus bisa mengungkapkan pertanyaan abadi, apakah Mallory dan Irvine meninggal setelah mencapai puncak Everest?
Penuturan Firstbrook ringkas dan lengkap mengenai hilang dan pencarian jenazah Mallory dan Irvine. Ia menuliskan sepuluh bab dalam bukunya ini dengan dua diantaranya menceritakan tentang ekspedisi mereka pada Maret dan Mei tahun 1999. Selebihnya mengenai sejarah Everest mulai dari pembentukan geologi hingga pendakian-pendakian kesana sampai hilangnya Mallory. Setiap bab memiliki referensi yang panjang menunjukan bahwa tulisan ini telah diteliti dengan cermat.
Bahkan lebih jauh lagi Firstbrook mengungkapkan juga pandangan-pandangan para pendaki masa itu mengenai kebijakan-kebijakan pendakian yang terjadi hingga peristiwa hilangnya kedua pendaki. Sampai-sampai kecurigaan homoseksual juga diungkap sebagai dasar pilihan Mallory untuk mengajak Irvine yang muda dan tidak pengalaman itu. Pilihan lainnya pada masa itu adalah Noel Odell yang kesehatannya baik dan pengalaman mendakinya juga lebih baik dari Irvine. Odell menjadi pendukung pendakian kedua orang hilang ini. Ia juga menjadi orang terakhir melihat mereka yang menurutnya diketinggian 8.610 meter. Odell yakin bahwa keduanya sempat mencapai puncak.
Buku ini juga dilengkapi berbagai foto dari masa ekspedisi kuno ke Everest serta beberapa foto dari ekspedisi terbaru, termasuk jenazah Mallory dan artefak yang ditemukan ditubuhnya, seperti label baju atas nama G. Mallory, kompas, kacamata gletser dan surat-surat dari Inggris.
Kisah penemuan jenazah oleh Conrad Anker dikemas dalam cerita misteri detektif dengan jejak yang dikemukakan oleh Ryoten Yashimoro Hasegawa, anggota ekspedisi Jepang tahun 1979 yang ngobrol sama Wang Hong-bao anggota ekspedisi Cina tahun 1975. Wang menceritakan bahwa pada tahun 1975 ia menemukan jenazah orang Inggris beberapa meter dari kemah mereka di ketinggian 8.150 meter. Sayangnya Hasegawa tidak bisa bertanya lebih lanjut karena keesokan harinya longsor salju menimpa enam orang anggota ekspedisi gabungan Cina-Jepang dan Wang Hong-bao tewas. Everest menyimpan misterinya dengan teguh.
Lewat interpretasi geologi ekspedisi tahun 1999 dibawah pimpinan pendakian Eric Simonson ini berupaya menemukan lokasi kemah tim Cina tahun 1975 dan dari sana akan berusaha mencari jenazah pendaki Inggris dari sebelum Perang Dunia II itu. Jenazah pun ditemukan. Conrad Anker melakukan satu hal lagi yang menjadi tanda-tanya keberhasilan Mallory ke puncak Everest.
Dari kemah terakhir menuju ke puncak terdapat tiga dinding vertikal yang harus dilampaui dengan panjat tebing. Tempat itu dikenal dengan First Step, Second Step dan Third Step. Reinhold Messner setelah pendakian solonya pada tahun 1981 lewat sisi utara Everest yakin bahwa Mallory tidak akan bisa melampaui Second Step ( pendapat ini tidak ada dalam buku Firstbrook) jadi ia yakin Mallory bukan yang pertama di Puncak Everest. Memanjat Second Step dengan free climbing dan tanpa oksigen yang dilakukan Conrad Anker.
Setelah ia berhasil memanjat tebing di ketinggian 8.600 meter ini Anker dan kawan-kawan yakin bahwa Mallory bisa saja sampai di puncak. Tubuh Mallory yang dinilai mereka sangat atletis dan menunjukan seorang pemanjat (Anker adalah pemanjat tebing yang hanya pernah mendaki sampai ketinggian 7000 meter sebelumnya) lebih meyakinkan mereka lagi. Juga posisi jenazah, sisa tali tubuh yang putus menunjukan bahwa Mallory terjatuh saat turun.
Begitulah Firstbrook secara halus menanamkan keyakinan bahwa Mallory mencapai Everest sebelum ia hilang dan meninggal. Mallory digambarkan punya semangat untuk mencapai puncak yang sangat besar. Semangat yang diinsinuasikannya bisa membawa seseorang dengan berbagai permasalahannya ke puncak yang diidam-idamkannya.
Bagi yang tidak yakin, tentunya akan bertanya-tanya. Mallory saat tanggal 8 Juni 1924 tidak dalam kondisi fit karena telah lama berada di ketinggian. Ia meninggalkan lenteranya dalam tenda (ini ditemukan pendaki tahun 1933) jadi tidak mungkin ia berangkat pagi ketika matahari belum bersinar., artinya waktu pendakian yang dimiliki lebih ringkas karena tergantung matahari. Tabung oksigennya ditemukan Eric Simonson di dekat First Step pada ekspedisinya yang lain tahun 1991. Jadi sebagian pendakian Mallory dan Irvine tanpa menggunakan tabung oksigen. Mallory berangkat dengan keraguan pada ekspedisi 1924 ini. Ia baru dapat kerja sebagai pengajar dan anaknya tiga orang. Istrinya mengeluh karena pertemuan mereka yang jarang. Ini telah menimbulkan keraguan untuk serta dalam ekspedidsi. Keraguan ini tentu menghambat semangatnya. Jawaban-jawaban skeptis ini secara halus dijawab Firstbrook, Because Mallory Was Mallory
Sumber : Buku Lost on Everest: The Search for Mallory & Irvine, Penerbit : BBC, London, 224 halaman, 1999.
sumber : http://catros.wordpress.com/2007/06/19/mallory-lebih-dulu-dari-hillary/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
beri petuah bijakmu